"Hurufnya kok aneh yaa?"
"Ini apa'an siih?"
"Aduuh.. tulisan apa ini?"
Mungkin beberapa orang luar daerah jawa, bahkan orang jawa-pun bertanya-tanya tentang huruf "Aneh" itu.
Seharusnya kita sebagai bangsa indonesia bangga akan tulisan ini. Selain diciptakan oleh orang pribumi asli, tulisan ini mempunyai makna dan amanat yang penting bagi kehidupan jaman yang tinggal "Pencet" ini.
Asal-usul tulisan yang lebih kita kenal sebagai "Aksara Jawa" (huruf jawa)ini berawal dari seorang raja bernama Aji Saka dan dua murid setianya Dura (dibaca Duro,dengan logat jawa) dan Sembadra (Dibaca Sembodro). Suatu hari Dura ditugasdkan menjaga kitab Sarutama (Saru=Hina, Utama=penting). Sementara prabu Aji saka dan Sembadra pergi berperang.
Saat itu Prabu Aji Saka berpesan “Siapapun tidak dapat mengambil Pusaka Sarutama, kecuali Prabu Aji Saka sendiri”. Pusaka Sarutama ini dipercayakan kepada Dura. Prabu Aji Saka pada saat itu berangkat perang, namun ditengah-tengan peperangan Prabu Aji Saka mengalami kesulitan. Sehingga Prabu Aji Saka memerlukan pusaka Sarutama. Prabu Aji Saka pun menugaskan Sembadra yang mendampinginya di medan perang, untuk mengambil pusaka Sarutama di kerajaan.
Sembadra pun pulang kembali dengan maksud mengambil pusaka Sarutama. Sesampainya kembali di kerajaan, Sembadra meminta Dura untuk menyerahkan pusaka Sarutama kepadanya. Tetapi karena Dura sudah diberi amanat oleh Prabu Aji Saka guru mereka untuk tidak menyerahkan pusaka sarutama kepada siapapun kecuali kepada Prabu Aji Saka, maka Dura menolak untuk menyerahkan pusaka saru tama tersebut.
Sembadra pun mendapat amanat untuk mengambil pusaka Sarutama tersebut. Akhirnya Sembadra tetap memaksa Dura untuk menyerahkan pusaka Sarutama tersebut. Karena sama-sama mendapat amanat (pesan) dari Prabu Aji Saka, merekapun berusaha mejalankan amanat masing-masing. Merekapun bertempur untuk menjalankan amanat mereka.
Pertempuran sesama murid kepercayaan Prabu Aji Saka ini berlangsung sengit. Hingga akhirnya mererka mati (gugur) demi menjalankan amanat mereka dari Prabu Aji Saka. Keadaan mereka disaat mati saling rangkul/pangku (mati sampyuh, Djawa).
Kita dapat mengambil hikmah dari cerita tersebut. Bahwasanya mereka tetap teguh pada pendirian mereka dan menjaga amanat yang telah diberikan pada mereka sampai rela mengorbankan jiwa raga mereka.
23 Feb 2011
Aksara Jawa - Kesetiaan Murid Ajisaka
Diposting oleh
Hensam Tri Widagdo
di
21.52
Kirimkan Ini lewat Email
BlogThis!
Bagikan ke X
Berbagi ke Facebook
Label:
Kebudayaan Kita
0 komentar:
Posting Komentar